Tiktok Shop ditutup oleh pemerintah atas dasar Permendag 31 Tahun 2023 karena menggabungkan fitur media sosial dengan e-commerce ke dalam satu platform yang sama. Nyatanya, permasalahan utama TikTok bukan sebatas itu saja. TikTok diduga membuka celah praktik predatory pricing dan dumping. Tiktok Shop dicurigai melakukan praktik predatory pricing walaupun hal tersebut dibantah penuh oleh pihak Tiktok sendiri. Praktik dumping dan predatory pricing sangat mengancam UMKM karena produk – produk yang dijual memiliki harga lebih murah dari produk serupa yang ada di pasar tujuan impor dalam rangka menguasai pasar negara tersebut. Ancaman tersebut sangat serius karena berpotensi untuk mematikan ekosistem pasar UMKM dalam negeri.
Masuknya produk impor ke pasar domestik relatif lebih gampang karena reseller e-commerce dan distributor produk impor khususnya yang berasal dari Tiongkok dapat mengimpor barang langsung melalui berbagai cara. Cara pertama dengan melalui forwarder impor yang akan mengurus keseluruhan proses impor mulai dari tahap negosiasi hingga produk itu sampai di tangan reseller tanpa perlu mendirikan suatu PT. Cara kedua, reseller di e-commerce dapat langsung mengimpor barang secara cross border melalui platform. Mayoritas produk impor dari e-commerce ini nilainya kecil – kecil dan merupakan barang konsumsi.
Produk impor dari Tiongkok sering kali diserbu oleh konsumen dalam negeri dengan beberapa pertimbangan seperti kualitas dan harganya yang kompetitif serta akses dan stok barang yang relatif mudah didapatkan jika dibandingkan dengan produk lokal. Tidak jarang ditemui. Pada dasarnya kualitas produk lokal juga bisa bersaing dengan margin harga yang tidak terlalu jauh. Namun, seringkali produk UKM di Indonesia jumlah barangnya tidak sebanyak produk impor dan akses ke produk lokal yang relatif masih sulit. Pemerintah pun sudah turun tangan untuk mengantisipasi ini melalui program digitalisasi UMKM. Isu barang impor bukan lagi sebatas persaingan kualitas dengan produk lokal. Lebih dari itu, ancaman praktik dumping dan predatory pricing memiliki satu tujuan yaitu memonopoli pasar.
Menurut data BPS, per Juli 2023 barang impor asal Tiongkok yang masuk ke Indonesia didominasi dengan peralatan telekomunikasi; pendingin ruangan; perlengkapan teknik sipil; mesin pemrosesan data; dan peralatan mesin dan listrik. Kategori produk “lainnya” tidak dijelaskan secara mendetail jenis produknya namun berdasarkan Tabel 1 total nilai transaksinya paling besar jika dibandingkan dengan 5 produk impor utama dari Tiongkok.
Sumber: BPS (2023)
Berdasarkan tabel di atas, secara berurutan 5 produk utama impor dari Tiongkok dengan berat bersih terbesar per Juli 2023 adalah pendingin ruangan dengan berat bersih 47.300 ton, disusul peralatan sipil dan konstruksi dengan berat 34 ribu ton, lalu ada mesin listrik dengan berat 31.6 ribu ton, peralatan telekomunikasi 11.6 ribu ton dan yang terakhir mesin pemrosesan data dengan berat 1.5 ribu ton. Adapun sejatinya produk utama yang digolongkan oleh BPS itu diurutkan berdasarkan nilai total transaksi terbesar dalam suatu periode tertentu. Secara berurutan dari nilai barang (nilai CIF) terbesar hingga terkecil terdapat peralatan telekomunikasi dengan nilai transaksi US$536 juta. Peringkat kedua produk impor dengan nilai CIF terbesar adalah pendingin ruangan yang berhasil mengumpulkan US$ 206 juta, lalu disusul oleh mesin pengolahan data dengan nilai CIF US$160.3 juta. Dua posisi terakhir ditempati mesin listrik dan peralatan sipil dan konstruksi yang masing masing memiliki nilai CIF US$142.6 juta dan US$117 juta.
Terlepas dari 5 produk unggulan yang telah dijabarkan di atas. BPS juga mencatat komoditas impor lain yang masuk ke Indonesia. Menariknya komoditas tersebut termasuk dengan komoditas konsumsi yang produknya juga jamak ditemui di pasar domestik. Produk komoditas tersebut terdiri dari bawang putih dan tembakau. Bahkan berat (dalam kilogram) impor komoditas bawang putih yang diimpor dari Tiongkok jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan semua barang non – konsumsi tersebut. Begitu juga dengan komoditas tembakau yang diimpor dari Tiongkok yang jumlah beratnya melebihi total berat impor mesin pemrosesan data. Merujuk dari data tersebut, terbukti bahwa produk – produk konsumsi yang semestinya bisa diproduksi di dalam negeri pun bisa masuk dalam volume yang besar. Sebagai konteks, kategori produk “lainnya” hanya pada bulan Juli saja sudah mencapai 3.3 juta ton. Jumlah itu 70 kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah total impor pendingin ruangan selama bulan Juli. Meskipun jumlah berat bawang putih impor dari Tiongkok lebih besar dibandingkan dengan 5 produk impor utama dari Tiongkok lainnya, namun secara nilai barang atau CIF (USS$), komoditas bawang putih masih sangat jauh dibandingkan dengan nilai CIF.
Dari penjabaran di atas, maka dapat ditarik deduksi bahwasanya barang kategori “lainnya” bukan merupakan barang bernilai tinggi dan termasuk dalam produk impor unggulan namun secara akumulasi nilai CIF dan jumlah beratnya besar. Implikasinya, barang impor dari Tiongkok mayoritas adalah barang bernilai rendah dan masuk ke pasar domestik dalam jumlah yang besar. Jika menggunakan metode sederhana untuk mendapatkan nilai rerata tiap produk dengan cara membagi nilai CIF terhadap total berat bersih tiap produk maka kita akan mendapati bahwasanya 5 produk impor unggulan dari Tiongkok tersebut memang bernilai ekonomi tinggi. Namun tidak dengan produk – produk “lainnya” yang mana mengokupasi jumlah total berat bersih jauh dari kombinasi berat 5 produk utama tersebut yang apabila dibagi dengan total nilai CIF maka nilai nya akan sangat jauh, yaitu per satuan kilogramnya hanya seharga US$ 1.3. Lebih lanjut, fakta tersebut juga dijabarkan lebih lanjut melalui grafik nilai transaksi produk utama yang diimpor Indonesia dari Tiongkok di bawah ini.
Gambar 1. Produk Utama yang Diimpor Indonesia dari Cina pada 2020
Sumber: Katadata (2022)
Seirama dengan penjelasan di atas, berdasarkan data yang dihimpun dari Katadata tahun 2020, impor mesin dan peralatan listrik dan bagian bagiannya menempati urutan pertama produk yang diimpor dari Tiongkok dengan nilai mencapai US$9.8 miliar. Nomor dua ada mesin dan komponennya mengukuhkan nilai impor US$ 8.95 miliar. Produk plastik dan turunannya menduduki peringkat ketiga dari total nilai transaksi impor dari Tiongkok terbesar dengan nilai impor US$1.58 miliar disusul oleh produk impor bahan kimia organik dan besi. Implikasinya, barang – barang bernilai rendah ini nilai transaksinya begitu besar maka volume barangnya pun akan besar dan tidak heran bisa membanjiri pasar dalam negeri. Bukan tidak mungkin juga produk impor ini akan menggeser eksistensi produk UMKM di pasar dalam negeri.
Pihak yang paling utama diuntungkan dari praktik dumping dan predatory pricing ini adalah pengusaha – pengusaha di Tiongkok, pemerintah Cina, dan TikTok itu sendiri. Melalui platform TikTok, pemerintah Tiongkok dapat menggunakan agregasi data consumer behaviour masyarakat Indonesia secara komprehensif. Dari hasil analisis mendalam data – data tersebut, mereka dapat memproyeksikan tren belanja dari masyarakat Indonesia.Data tersebut bukan tentu saja memuat informasi produk lokal yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Kemudian pengusaha di Tiongkok memproduksi produk yang serupa dengan produk yang digemari oleh masyarakat Indonesia yang lokasi produksinya di Tiongkok. Sebagai anggota WTO yang menyetujui Free Trade Agreement, Tiongkok dapat menjual produk tersebut lintas negara ke Indonesia. Ironisnya, produk yang diproduksi tersebut harganya jauh lebih murah dari produk lokal dalam negeri secara masif. Dalam konteks ini, pihak yang akan dirugikan adalah pelaku UMKM, pemerintah Indonesia dan seluruh konsumen dalam negeri.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 hanya ketat mengatur cross border commerce. Untuk barang impor yang sudah ada di Indonesia, platform masih bebas menjual dan memberikan diskon yang berpotensi memunculkan predatory pricing, TikTok Shop diduga menjadi salah satu pintu masuknya praktik dumping dan predatory pricing melalui perdagangan cross border. Maraknya produk impor yang masuk melalui perdagangan lintas batas Indonesia telah mengancam keberlangsungan bisnis pelaku UMKM dalam negeri. Hal ini menjadi sorotan utama pemerintah dan presiden di awal Oktober 2023 ini. Sayangnya, barang impor yang masuk melalui marketplace tidak melewati bea cukai serta tidak mendapatkan izin edar dari lembaga terkait. Hal ini berbeda dengan mekanisme penjualan barang impor yang sesuai dengan peraturan perundang – undangan pada umumnya. Potensi hilangnya pendapatan negara dari impor barang melalui e-commerce dapat dihitung sebagai kerugian negara.
Dilansir dari Kumparan, salah satu strategi yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan memperketat aturan pengawasan barang impor dari pengawasan post border menjadi pengawasan border. Melalui cara ini, maka pemeriksaan barang impor yang sebelumnya berada di luar kawasan pabean (pelabuhan dan bandara) akan diperiksa di wilayah pabean. Maka dari itu , pengawasan barang impor akan berada di bawah satu komando petugas bea dan cukai yang sebelumnya berada di bawah kementerian/lembaga. Pihak Bea Cukai akan memeriksa dokumen barang impor hingga kesesuaian spesifikasi dan volume impor. Kebijakan ini dilakukan pemerintah menanggapi kajian yang melaporkan bahwa setidaknya ada barang impor 100 kode HS yang teridentifikasi mematikan industri dalam negeri.
Jika praktik ini dibiarkan bukan hanya produsen lokal yang akan hancur, lebih dari itu ancaman terjadinya monopoli pasar oleh pemain Tiongkok semakin besar. Instrumen hukum yang mengatur perlindungan UMKM masih belum ditulis secara eksplisit melalui Undang – undang khusus anti-dumping dan predatory pricing. Undang – undang yang ada baru sampai pada tahap untuk mengantisipasi masuknya barang – barang komoditas tertentu yang diatur dalam Undang – Undang Kepabean. Melalui Permendag Nomor 31 tahun 2023, pemerintah mulai melarang impor produk dengan harga kurang dari US$100/unit melalui marketplace. Langkah ini sudah cukup strategis untuk mengantisipasi praktik dumping dan predatory pricing hanya melalui satu kanal saja. Namun seperti yang kita tahu bahwasanya ada banyak pintu masuk produk impor ke Indonesia. DIbutuhkan studi lanjutan mengenai rasio perbandingan jumlah barang dan jenis barang yang masuk ke Indonesia melalui berbagai macam kanal agar pemerintah dapat serius dan tepat sasaran dalam menutup celah – celah terjadinya praktik dumping.
Rantai pasok juga tidak kalah penting untuk dilindungi dengan tidak membiarkan celah terjadinya praktik dumping dan predatory pricing ke dalam rangkaian rantai pasok UMKM mulai dari perlindungan akses bahan baku, mesin produksi, hingga pada barang jadi sekalipun. Selain itu, pemerintah juga perlu untuk membuat aturan ketat dan mengkaji ulang terkait investasi asking skala besar pada produk serupa yang dihasilkan oleh UMKM di Indonesia. Dalam rangka membendung masuknya produk impor ke dalam negeri, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tidak dapat bekerja sendiri. Tupoksi dari Dirjen Bea dan Cukai hanya mengawasi kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diimpor serta memungut bea masuk dan perpajakan sesuai dengan ketentuan. Dibutuhkan kolaborasi antar Kementerian dan Lembaga untuk saling memperkuat garda pertahanan.