Lika-Liku Mewujudkan Inklusivitas di Lingkungan Kerja

TLDR / Summary

Inklusivitas menjadi topik yang mulai sering kita dengar baik dalam media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Topik ini biasanya sering diutarakan oleh organisasi masyarakat sipil, organisasi non pemerintah juga pemerintah baik di level kementerian, provinsi, maupun pemerintah kota dan pemerintah desa. Inklusivitas memiliki kata dasar inklusi yang artinya mengikutsertakan. Dengan demikian secara harfiah inklusivitas mengajak kita semua untuk mengikutsertakan setiap individu bagaimanapun juga latar belakangnya. Tentu saja bukan serta merta melibatkan seseorang tanpa kejelasan kontribusi melainkan agar komunitas mendapatkan atau menemukan suatu sistem dimana siapapun dapat berkontribusi asalkan menemukan tempat yang tepat dan dengan peran yang tepat pula. Inklusivitas dalam konteks disabilitas bertujuan untuk memberi kesempatan dan perlakuan yang setara bagi insan disabilitas dalam bermasyarakat terutama di dunia pendidikan dan di dunia kerja. 

Mewujudkan inklusivitas di dunia kerja bukanlah tanpa tantangan karena pesan inklusivitas baru mendapat perhatian global dan nasional dalam sepuluh tahun terakhir sehingga masih belum banyak diterapkan pada dunia kerja terutama di lingkungan non-perkotaan. Walaupun sudah sering terdengar dan pemerintah sudah membuat/memiliki regulasi terkait inklusivitas, realita menunjukkan bahwa inklusivitas di lingkungan kerja bagi kalangan disabilitas masih penuh tantangan.

Alhasil masih banyak insan disabilitas yang belum terserap oleh industri karena minimnya kesempatan yang disediakan oleh perusahaan penyedia lapangan pekerjaan. Kondisi ini membuat banyak orang atau komunitas yang tergerak hatinya untuk memperjuangkan hak-hak disabilitas dalam mendapatkan pekerjaan yang layak. Aktivitas konkrit yang dilakukan antara lain dengan membuat gerakan atau organisasi non profit. Namun usaha yang dilakukan oleh gerakan dan organisasi non profit untuk mewujudkan inklusivitas di lingkungan kerja masih bersifat khusus yang artinya baru berhasil di suatu tempat dan belum dapat diterapkan di perusahaan lain atau perusahaan pada umumnya. Hal ini terjadi karena penerapan inklusivitas mensyaratkan perusahaan yang sangat akomodatif dan berkomitmen dalam mensukseskan inklusivitas disabilitas. Padahal pola pikir pengusaha pada umumnya adalah meningkatkan daya saing dan pertumbuhan usaha. Sedangkan untuk dapat mensukseskan inklusivitas diperlukan cara untuk memperkecil bahkan menghilangkan jarak kebutuhan dan harapan antara pihak perusahaan dan insan disabilitas.

Gambar 1 Jarak antara Pekerja Disabilitas dan Perusahaan Pemberi Lapangan Kerja

Artikel ini mencoba untuk 1) memetakan isu terkait inklusivitas terutama terkait disabilitas, 2) mengidentifikasi gap antara perusahaan penyedia lapangan pekerjaan dan insan disabilitas, 3) menjabarkan kendala yang dialami/ditemui pengusaha maupun yang dialami insan disabilitas, 4) menggarisbawahi keunggulan dan dampak positif dari pekerja disabilitas, 5) menyampaikan upaya yang sudah dilakukan stakeholder terkait dan 6) mengusulkan skema kerjasama dari pemangku kepentingan untuk mendorong terciptanya sistem / platform implementasi inklusivitas disabilitas yang sukses/efektif.xx`

Definisi

Inklusivitas dapat didefinisikan sebagai sebuah pengakuan dan penghargaan atas keberadaan atau eksistensi keberbedaan dan keberagaman. Sebagai contoh, penyandang disabilitas atau orang berkebutuhan khusus harus diperlakukan secara setara, tidak diskriminatif dan semena-mena, serta mendapatkan penghormatan dan penghargaan. Dengan kata lain, Inklusivitas memungkinkan semua karyawan untuk memiliki kesempatan yang setara, dengan penuh kepercayaan diri ketika sedang beraktivitas. Inklusivitas dalam dunia kerja juga berarti membuka kesempatan seluas mungkin bagi semua kalangan termasuk kalangan disabilitas. 

Statistik

Kementerian Tenaga Kerja mencatatkan hanya 1,73 persen perusahaan yang merekrut dan mempekerjakan penyandang disabilitas, jumlahnya yaitu berkisar 969 perusahaan. Inisiator program Pusat Pelatihan Vokasi Disabilitas sekaligus Staf Khusus Presiden, Angkie Yudistia mengatakan, data Kemnaker menunjukkan hanya 0,02 persen atau 3.433 tenaga kerja disabilitas yang terserap ke pasar kerja. Angka ini menunjukan masih minimnya serapan tenaga kerja disabilitas ketika melihat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 22,98 juta jiwa, dengan 16,5 juta diantaranya merupakan usia produktif kerja. Berdasarkan data dari Kemnaker, dapat disimpulkan penerapan inklusivitas untuk kalangan disabilitas di lingkungan kerja masih jauh dari harapan Pemerintah yang tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2016. 

Kendala

Rendahnya angka penyerapan tenaga kerja disabilitas diperkirakan terjadi karena kendala yang dialami baik dari sisi kalangan disabilitas maupun perusahaan penyedia lapangan pekerjaan. 

Kendala yg dialami calon tenaga kerja disabilitas

Kalangan disabilitas seringkali menemukan persyaratan diskriminatif yang kerap dicantumkan dalam lowongan pekerjaan, salah satunya adalah persyaratan terkait batas usia bagi pelamar kerja. Persyaratan yang diskriminatif menyebabkan penyandang disabilitas memiliki rasa percaya diri yang rendah dan kehilangan semangat juang. Kondisi tersebut diperparah dengan perhatian yang belum layak dari Pemerintah kepada kaum disabilitas. Pemkot memang rutin mengadakan pelatihan dan lokakarya bagi kelompok disabilitas, namun pelatihan tersebut masih sangat seadanya. Peserta yang diajak itu-itu saja padahal, masih banyak individu disabilitas lainnya yang perlu disertakan. Selain itu ketika seorang kaum disabilitas mendapat pekerjaan, mereka terbentur sarana transportasi atau jalan sehingga sulit bagi mereka mencapai tempat kerja secara aman dan nyaman

Kendala yang dialami perusahaan sebagai pemberi lapangan kerja

Dari sisi perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, kendala utama yang mereka hadapi yaitu belum memiliki pengetahuan tentang bagaimana alur rekrutmen pekerja disabilitas. Banyak perusahaan penyedia lapangan pekerjaan yang belum mengetahui adanya lembaga yang memberdayakan dan melatih kalangan disabilitas untuk siap kerja. Perusahaan penyedia lapangan pekerjaan juga banyak yang belum mengetahui bagaimana menyiapkan tempat kerja, sarana, dan prasarana yang aman dan inklusif. Tak hanya itu perusahaan penyedia lapangan pekerjaan juga terkendala masalah dana untuk membuat fasilitas kerja yang inklusif karena membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga terkesan bahwa perusahaan penyedia lapangan pekerjaan mengabaikan kaum disabilitas.

Di sisi lain, ketika ada perusahaan penyedia lapangan pekerjaan yang berjiwa besar yang berkeinginan untuk mempekerjakan kalangan disabilitas, seringkali niat mereka kurang dihargai dan mendapat perlakuan yang tidak sepadan bahkan dimanfaatkan. Namun ada juga perusahaan penyedia lapangan pekerjaan yang hanya tertarik mempekerjakan kalangan disabilitas dengan harapan mendapatkan tenaga kerja murah. Pola pikir seperti ini juga tidak baik dan perlu dibuka wawasannya, karena tenaga kerja produktif tidak bisa dilihat dari kondisinya apakah sempurna atau difabel tetapi dari profesionalismenya, kemauan, semangat, etika, dan rasa syukur.

Gambar 2 Kendala penerapan Inklusivitas pada lingkungan kerja

Gap antara calon tenaga kerja disabilitas dan perusahaan penyedia lapangan kerja.

Kendala yang dialami oleh perusahaan penyedia lapangan pekerjaan dan kalangan disabilitas menciptakan gap, sehingga mereka hanya mampu menyalahkan satu sama lain. Kaum disabilitas menganggap perusahaan penyedia lapangan pekerjaan tidak memiliki niat atau acuh terhadap kaum disabilitas, Sementara perusahaan penyedia lapangan pekerjaan bukannya tidak mau merangkul kaum disabilitas, melainkan mereka terkendala entah dari kurangnya pengetahuan ataupun modal untuk membuat lingkungan kerja yang inklusif. Jika situasi ini dibiarkan maka jarak antara 2 pihak ini akan tetap ada dan tidak terselesaikan. 

Suatu pertanyaan pun muncul “bagaimana jika kedua pihak ini yaitu perusahaan penyedia lapangan pekerjaan dan kalangan disabilitas di-mediasi oleh beberapa stakeholder”. Penengah/ mediator akan membantu mempertemukan penyedia lapangan kerja dan insan disabilitas pencari kerja melalui jalan tengah. Kalangan disabilitas bisa lebih memahami apa yang dirasakan oleh perusahaan penyedia lapangan pekerjaan dan berusaha meningkatkan skill dan profesionalisme. Perusahaan penyedia lapangan pekerjaan pun dapat mengkaji ulang persyaratan perekrutan pekerja agar tidak terkesan diskriminatif terhadap kaum disabilitas. Ketika semua dapat dikomunikasikan, bukan hal yang tidak mungkin inklusivitas dalam dunia kerja bagi kalangan disabilitas dapat terwujud. Perusahaan penyedia lapangan pekerjaan juga terbantu dengan kinerja lebih dari pekerja disabilitas, kalangan disabilitas memperoleh pekerjaan, dapat mengaktualisasikan diri dan menjadi sejahtera. 

Upaya Pemerintah

Upaya Pemerintah pusat dalam menggencarkan inklusivitas bagi penyandang disabilitas adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. UU ini merupakan perwujudan langkah Pemerintah dalam pemenuhan kesamaan kesempatan terhadap penyandang disabilitas dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, termasuk penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak. Dalam UU no 8 tahun 2016 Pasal 53 ayat 1 disebutkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD wajib mempekerjakan penyandang disabilitas paling sedikit 2 persen dari jumlah pegawai atau pekerja. Sementara pada ayat 2 disebutkan perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. 

Pemerintah di berbagai daerah juga sudah melakukan banyak pelatihan bagi kalangan disabilitas melalui Balai Latihan Kerja (BLK) pada setiap daerah. Tujuan dari pelatihan ini tidak lain untuk membuat kalangan disabilitas terampil dan siap kerja. Ketika semakin banyak insan disabilitas yang siap kerja maka angka serapan pekerja disabilitas pun akan otomatis meningkat dan perusahaan penyedia lapangan pekerjaan akan mendapat sumber daya pekerja yang lebih banyak.

Upaya Organisasi non Pemerintahan

Selain upaya pemerintah, upaya untuk mewujudkan inklusivitas bagi kalangan disabilitas  sebenarnya sudah banyak diinisiasi oleh beberapa pihak contohnya seperti Kerjabilitas.com, dan  Non-Governmental Organization (NGO) seperti Rumah Disabilitas dan Thisable Enterprise. 

Kerjabilitas.com adalah sebuah jaringan sosial karir yang menghubungkan penyandang disabilitas dengan penyedia kerja inklusi di Indonesia. Non-Governmental Organization (NGO) Rumah Disabilitas merupakan salah satu organisasi berskala nasional yang memperjuangkan hak-hak kalangan disabilitas. NGO lain yaitu Thisable Enterprise merupakan  sebuah lembaga yang mewadahi dan memberdayakan kelompok disabilitas agar memiliki keterampilan, dan menyalurkannya ke dunia kerja

Keunggulan tenaga kerja disabilitas

Menurut Angkie Yudistia, kalangan disabilitas memiliki kelebihan yaitu pekerja difabel memiliki tingkat fokus yang lebih dari orang rata-rata dan berdedikasi tinggi, selain itu kalangan disabilitas juga cenderung jarang mengobrol sehingga produktivitasnya bisa lebih baik dari non disabilitas. Kalangan disabilitas juga lebih loyal kepada perusahaan dan jarang ada yang mengundurkan diri. Kalangan disabilitas yang kehilangan salah satu indera-nya, maka indera yang lain akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Sebagai contoh seorang tunanetra biasanya memiliki refleks diatas rata-rata orang normal. Kalangan disabilitas juga memiliki empati dan solidaritas yang tinggi terhadap lingkungan dan rekan kerja sehingga membawa suasana positif di lingkungan kerja

Dengan keunggulan yang bisa diberikan oleh kalangan disabilitas, maka seharusnya mereka mendapat perhatian lebih dari para perusahaan penyedia lapangan pekerjaan. Keunggulan yang dimiliki kalangan disabilitas mampu membuat suasana lingkungan kerja yang positif dan inklusif, sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Dengan dampak positif yang diberikan, mereka sudah membuktikan bahwa mereka juga dapat menjadi aset berharga suatu perusahaan, dan menjadi alasan untuk membuat banyak perusahaan penyedia lapangan pekerjaan tidak takut merekrut pekerja disabilitas.

Gambar 3 Kelebihan dan dampak Kaum Disabilitas di lingkungan kerja

Usulan

Penerapan inklusivitas bagi kalangan disabilitas di lingkungan kerja masih menjadi hal yang kompleks karena masih tergolong hal baru dalam dunia kerja di Indonesia. Maka dari itu, untuk mendorong semakin banyaknya lingkungan kerja yang inklusif dibutuhkan suatu usulan skema yang melibatkan beberapa pihak yang menjadi stakeholder serta pemangku kebijakan.

Pihak dan Usaha  yang dapat dilakukan para pemangku kepentingan

Pihak yang perlu terlibat dalam skema ini meliputi 1) Pemerintah (Pemerintah pusat, daerah dan kota), 2) yayasan atau lembaga pemberdayaan kalangan disabilitas, 3) perusahaan penyedia lapangan pekerjaan dan juga 4) NGO. 4 Pihak yang telah disebutkan saling memiliki keterkaitan dalam mewujudkan Inklusivitas di dalam lingkungan pekerjaan. 

Setiap pihak harus saling berkontribusi serta bekerjasama dalam menyediakan lowongan kerja bagi penyandang disabilitas, fasilitas lingkungan kantor yang ramah bagi pekerja penyandang disabilitas. Pemerintah memiliki peran penting dalam bidang ketenagakerjaan untuk menjamin perlindungan sosial dan keselarasan hak penyandang disabilitas untuk memiliki pekerjaan dengan memberikan perhatian khusus. Pemerintah dapat mengupayakan dengan contoh seperti implementasi kebijakan  pelatihan kerja, memfasilitasi penempatan kerja di perusahaan.

Yayasan atau lembaga pemberdayaan kalangan disabilitas berkontribusi dengan mengadakan program yang bertujuan untuk menyiapkan penyandang disabilitas untuk menjadi calon tenaga kerja disabilitas yang berkompeten di dunia kerja, meningkatkan keterampilan penyandang disabilitas. Bentuk program yang diadakan contohnya seperti pelatihan yang terbuka bagi penyandang disabilitas, tidak hanya pelatihan untuk di dunia kerja saja, namun pemberian pelatihan yang bersifat untuk menumbuhkan usaha mandiri bagi penyandang disabilitas juga dapat dilakukan dimana kegiatan tersebut diperuntukan untuk tenaga kerja penyandang disabilitas yang menginginkan usaha mandiri kemudian berkembang dalam suatu kelompok masyarakat sehingga memberikan lowongan pekerjaan yang lebih luas untuk meningkatkan usaha tersebut atau yang biasa dikenal dengan UKM (Usaha Kecil Menengah), sertifikasi kompetensi, tidak hanya itu yayasan juga dapat memfasilitasi pengarahan kepada perusahaan mengenai sarana dan prasarana apa saja yang perlu diperhatikan di dalam lingkungan perusahaan bagi pekerja  penyandang disabilitas sehingga menciptakan lingkungan kerja yang layak bagi penyandang disabilitas. 

Perusahaan menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan kalangan disabilitas dengan memperhatikan keterampilan yang dibutuhkan oleh  perusahaan,memperhatikan ketersediaan lowongan pekerjaan, dan perusahaan harus memfasilitasi lingkungan sarana-prasarana bagi para disabilitas. 

NGO atau  Non Government Organization dapat mengambil peran dengan mendukung dalam bentuk pendanaan bagi kegiatan/ program penyandang disabilitas, pengembangan pemahaman (empowering), penyalur pelaksanaan program yang sebelumnya telah dirancang oleh pemerintah maupun lembaga pemberdayaan kalangan disabilitas. Secara peran dari semua pihak ini dijelaskan dengan skema pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema Kerjasama Multipihak untuk Inklusivitas

Success Story

Kisah sukses penerapan inklusivitas di lingkungan kerja adalah gerakan yang dibuat oleh suatu perusahaan ritel fesyen besar dari Jepang yang beroperasi di Indonesia. Perusahaan ritel asal Jepang ini sudah membuka kesempatan bagi kalangan disabilitas untuk bekerja sebagai staff backroom toko. Kedepannya perusahaan ritel fesyen asal Jepang ini akan memberi kesempatan lebih untuk berbagai posisi yang sesuai dengan kemampuan kalangan disabilitas.

Selain penerapan inklusivitas di perusahaan ritel fesyen asal Jepang, kisah sukses penerapan inklusivitas pada lingkungan kerja terjadi pada suatu coffee shop di Jakarta yang mempekerjakan 7 karyawan penyandang down syndrome di bawah naungan komunitas Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome (POTADS) dan direkrut oleh coffee shop tersebut  untuk bekerja sebagai barista dan pramusaji.

Contoh lain dari kisah sukses penerapan inklusivitas pada lingkungan kerja ditunjukkan oleh The Able Art sebuah perusahaan sosial yang mereproduksi lukisan karya seniman difabel menjadi produk fesyen. Mereka berkomitmen untuk mempromosikan inklusi disabilitas dengan menyediakan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas, memastikan bahwa mereka memiliki akses terhadap hak mereka, termasuk hak cipta serta memberikan kesempatan untuk berkolaborasi dengan seniman penyandang disabilitas dan menerima bagian keuntungan yang adil.

Melalui tulisan ini, diharapkan dapat semakin membuka perspektif setiap pemangku kepentingan dan mengajak pemangku kepentingan untuk berkontribusi sesuai peran demi memperoleh solusi saling menguntungkan dalam Mewujudkan Inklusivitas di lingkungan kerja.

 

References:

https://gajigesa.com/lingkungan-kerja-inklusif

https://www.rri.co.id/nasional/167018/kemnaker-catat-perusahaan-rekrut-disabilitas-masih-rendah

https://www.republika.id/posts/48485/nyala-semangat-pekerja-disabilitas-di-tengah-gemuruh-stigma

https://pattiro-semarang.org/2021/02/umkm-penyandang-disabilitas-harus-lebih-dilibatkan

https://www.liputan6.com/disabilitas/read/5164644/3-tantangan-pelaku-usaha-menuju-inklusi-disabilitas

https://formasidisabilitas.id

https://www.genpi.co/gaya-hidup/50895/kiprah-angkie-yudistia-besarkan-komunitas-pemberdayaan-disable

https://www.liputan6.com/health/read/2953433/keajaiban-yang-hanya-bisa-dirasakan-orang-buta

https://www.idntimes.com/life/inspiration/fajarnurmanto/pelajaran-yang-bisa-kamu-dapat-dari-kaum-berkebutuhan-khusus

https://www.uniqlo.com/id/en/news/topics/2021120301

https://visual.republika.co.id/berita/s533ir283/penyandang-down-syndrome-bekerja-sebagai-barista-dan-pramusaji-di-kafe-ini

https://ukmindonesia.id/baca-deskripsi-posts/lingkungan-kerja-ramah-difabel-begini-5-cara-menuju-bisnis-yang-lebih-inklusi

Bagikan:

Opini Terkait

Lika-Liku Mewujudkan Inklusivitas di Lingkungan Kerja

Inklusivitas menjadi topik yang mulai sering kita dengar baik dalam media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Topik ini biasanya sering diutarakan oleh organisasi masyarakat sipil, organisasi non pemerintah juga pemerintah baik di level kementerian, provinsi, maupun pemerintah kota dan pemerintah desa.

Baca Selengkapnya »

Perilaku Pemilik UKM di Indonesia

Perubahan merupakan sesuatu yang selalu menjadi tantangan bagi setiap orang terutama bagi pemilik usaha. Perubahan apabila disikapi secara positif adalah waktu terbukanya kesempatan (opportunity) baru. Namun seringkali perubahan menjadi  beban dan sebisa mungkin dihindari. Sayangnya, menghindari perubahan adalah salah satu perilaku yang sering ditemukan pada pemilik UKM di Indonesia.

Baca Selengkapnya »

Potensi Kekayaan Intelektual berbasis Kreatif

Perkembangan Kekayaan Intelektual (KI) atau lebih familiar disebut Intellectual Property (IP) di Indonesia terus meningkat dan semakin relevan terutama dalam untuk KI bidang kreatif. Namun demikian, penelitian dan tulisan mengenai Kekayaan Intelektual bisa dibilang belum banyak. Hal ini menjadi salah satu indikator bahwa KI kreatif belum mendapatkan perhatian yang cukup sehingga belum dapat menjadi industri yang matang. Oleh karena itu, tulisan ini hendak mencoba berkontribusi dengan memaparkan dan memetakan terkait KI ini.

Baca Selengkapnya »