Perubahan merupakan sesuatu yang selalu menjadi tantangan bagi setiap orang terutama bagi pemilik usaha. Perubahan apabila disikapi secara positif adalah waktu terbukanya kesempatan (opportunity) baru. Namun seringkali perubahan menjadi beban dan sebisa mungkin dihindari. Sayangnya, menghindari perubahan adalah salah satu perilaku yang sering ditemukan pada pemilik UKM di Indonesia. Ada beberapa hal yang menyebabkan pemilik UKM enggan melakukan perubahan antara lain tidak mau repot, tidak mau mengambil risiko gagal, terlena dengan zona nyaman, khawatir hasil perubahan tidak sebanding dengan usaha dan pengorbanan yang dikeluarkan baik waktu, tenaga, maupun biaya. Selain karena takut, ada kemungkinan faktor lain yang membuat pemilik UKM merasa tidak perlu berubah antara lain seperti cepat berpuas diri, manajemen keuangan yang kurang baik atau sikap skeptis terhadap pendekatan bisnis baru seperti kolaborasi, co branding, dll. Perilaku – perilaku negatif terhadap “perubahan yang perlu” bisa mengakibatkan suatu UKM tidak memiliki daya saing bahkan berpotensi membuat UKM tersebut pada akhirnya gulung tikar.
Contoh nyata dari tantangan perubahan yang dihadapi UKM adalah ketika perilaku konsumen mulai lebih suka berbelanja online daripada datang langsung ke toko. Maraknya penggunaan online shop seharusnya menjadi suatu alarm bagi beberapa UKM yang masih bermodel konvensional dan enggan melakukan perubahan dengan memanfaatkan platform digital. UKM konvensional ini bisa jadi mulai kehilangan daya saing. Situasi seperti ini menjadi topik nasional ketika UKM di Indonesia digegerkan oleh fenomena tiktok shop yang membuat beberapa UKM di suatu daerah geram karena mengalami penurunan omzet dan banyak yang terpaksa menghentikan bisnisnya. Di satu sisi, kehadiran tiktok shop menjadi berkah bagi UKM baru atau UKM yang yang mampu memanfaatkan platform tersebut. Di sisi lain, fenomena tiktok shop menjadi teguran dan pukulan keras bagi UKM yang masih beroperasi dengan cara konvensional. Suka atau tidak suka, UKM tertentu dipaksa untuk segera melakukan perubahan dengan memanfaatkan platform digital.
Selain terkait kesiapan mental, tantangan lain perihal manajerial dan operasional juga harus direspon oleh pemilik UKM. Pertanyaan seperti, “Apa yang harus dilakukan?”, “Mulai dari mana?”, “Bagaimana caranya?”. Maka dari itu, penting sekali bagi UKM untuk dapat memahami situasi dan posisinya saat ini. Apakah sudah pada jalur yang benar belum melakukan hal-hal yang semestinya.
Berdasarkan pengalaman membantu usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah, Tim Cosmos telah mengamati dan dapat menyimpulkan beberapa faktor atau karakter pemilik UKM yang dapat diamati dan menjadi indikasi kinerja perusahaan. Ada dua jenis kecenderungan pemilik UKM, jenis pertama adalah kecenderungan perilaku negatif yaitu tidak mau berubah dan tidak mau proaktif. Jenis kedua adalah kecenderungan proaktif yang berlebihan atau terlalu agresif. Kedua jenis kecenderungan yang sama-sama kurang baik itu kami rangkum pada paragraf selanjutnya dengan harapan dapat membantu pemilik UKM melakukan analisis secara mandiri dan menemukan jawaban untuk menginisiasi perbaikan usaha.
Gambar 1. Tipe Pemilik UKM yang cenderung negatif
Gambar 1 menjelaskan perilaku yang dirasa ideal dan dan perilaku negatif yang biasanya dimiliki pemilik UKM di Indonesia serta akibat yang ditimbulkan dari perilaku negatif tersebut. Perilaku negatif ini cenderung menurunkan performa dari suatu UKM karena mengakibatkan UKM tersebut rapuh, tidak terorganisir dan kehilangan daya saing di pasar sehingga menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis suatu UKM.
Salah satu contoh UKM yang mampu mengatasi beberapa perilaku negatif di Gambar 1 dan sedang menuju puncak bisnisnya adalah brand parfum lokal yaitu HMNS. Beberapa faktor penentu kesuksesan brand HMNS ini adalah mereka terus berinovasi dan berkolaborasi dengan menggandeng perfumer Indonesia sekaligus perusahaan Eropa untuk membantu dalam tahapan Research & Development. HMNS juga melakukan digitalisasi dengan melakukan penjualan produk secara online. Hal ini mereka yakini dapat mengurangi biaya produksi sekaligus menjangkau target pasar yang lebih luas. Selain itu HMNS juga membangun loyalitas konsumen dengan membangun komunikasi, memahami, dan memberikan pelayanan yang lebih baik.
3 faktor tersebut merupakan contoh bagaimana HMNS bisa terus berkembang, meningkatkan omzet dan menjadi pesaing brand – brand mainstream yang ada di pasaran. HMNS merupakan contoh dari UKM yang tidak takut dengan perubahan, memiliki keinginan terus berkembang dan berinovasi serta berani untuk melakukan kerjasama dengan pihak luar sehingga brand HMNS memiliki daya saing tinggi di pasaran.
Tidak hanya perilaku negatif, perilaku berlebihan atau terlalu agresif pun dapat membuat suatu UKM kehilangan daya saing. Perilaku berlebihan ini ditandai dengan sikap terlalu bersemangat sehingga terbawa emosi dan melupakan beberapa hal penting dalam berbisnis. Beberapa perilaku berlebihan ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tipe Pemilik UKM yang berlebihan atau terlalu agresif
Sama seperti Gambar 1, Gambar 2 pun menunjukan beberapa perilaku berlebihan dan terlalu agresif yang biasanya ditemui di beberapa pemilik UKM di Indonesia. Perilaku berlebihan juga membuat UKM tersebut terkesan tidak konsisten, banyak perdebatan, bahkan bisa menurunkan kualitas produk atau layanan sehingga dapat menjadi ancaman terhadap kelangsungan bisnis UKM tersebut.
Dari Gambar 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa perilaku negatif dan berlebihan yang dimiliki pemilik UKM menimbulkan akibat buruk terhadap kelangsungan bisnis mereka. Melalui Gambar 1 dan 2 tim Cosmos berharap dapat membantu pemilik UKM melakukan analisis secara mandiri dan menemukan jawaban untuk menginisiasi perbaikan usaha mereka agar UKM di Indonesia semakin berkembang dan memiliki daya saing tinggi sehingga menjadi pemain besar di pasar lokal bahkan menembus pasar internasional.
Reference:
https://koinworks.com/blog/kisah-sukses-hmns/