Sebagai negara berkembang, Indonesia belakangan berada dalam masa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berkat teknologi digital yang membuka peluang bagi masyarakat untuk mulai berbisnis, kini muncul kelompok kelas menengah baru yang sedang berkembang. Kini terdapat 62 juta Usaha Kecil Menengah di Indonesia, yang berarti ada satu UKM untuk setiap lima orang. Dari jumlah tersebut, 98.75% atau 61,5 juta-nya merupakan usaha mikro. Tentu saja ini adalah berita baik karena jika sejumlah usaha-usaha kecil tersebut menjadi besar, usaha-usaha tersebut akan menjadi penggerak pembangunan negara ini di masa depan.
Sayangnya, banyak UKM yang tidak memiliki strategi bisnis yang mumpuni di awal. Oleh sebab itu, saat ini sangat dibutuhkan perencanaan yang signifikan untuk membantu meningkatkan skala UKM. Beberapa tahun terakhir, transformasi digital dipertimbangkan dapat menjadi solusinya. Akan tetapi, untuk usaha mikro ternyata digitalisasi tidak selalu menjadi solusi karena para pelaku usaha tidak memiliki kapasitas manajerial atau operasional untuk tumbuh. Sekalipun sudah memiliki akses untuk bertransformasi secara digital. Lalu pertanyaannya sekarang adalah bagaimana UKM dapat menjadi perusahaan mapan?
Berdasarkan riset dan data yang dikumpulkan, banyak dari pelaku UKM yang belum memahami tujuan usahanya. Bahkan, mereka yang tidak mengetahui potensi usahanya sendiri. Mayoritas pelaku UKM mengakui bahwa mereka tidak tahu kemampuan atau pola pikir seperti apa yang harus dikembangkan demi keberlangsungan bisnis.
Meningkatkan potensi UKM dengan mengetahui posisi usaha
Dengan membuat panduan yang mengelompokkan UKM berdasarkan tahapan dan karakteristiknya, para pelaku UKM dapat lebih mudah mengenali posisi UKM saat ini. Nantinya, panduan tersebut dapat membantu para pelaku UKM untuk mencapai potensi usaha secara maksimal, sedari memulai bisnis hingga menciptakan sistem manajerial dan operasional yang terukur. Kategori tersebut terbagi menjadi lima yaitu newcomer, artisan, emerging, challenger, dan mainstream. Setiap kategori didasarkan pada karakteristik pelaku UKM, pola pikir, kemampuan serta bagaimana mereka menjalankan bisnis.
***
Newcomer
Para pengusaha yang baru memulai bisnis dari nol adalah definisi untuk Newcomer. Kelompok Newcomer inilah yang sekarang membentuk mayoritas UKM di Indonesia dengan penjualan di bawah 1 miliar Rupiah per tahun.
Tantangan yang banyak dihadapi oleh Newcomer adalah belum memahami target pasar yang tepat, belum mendalami jenis produk apa yang perlu ditawarkan ke target pasar serta strategi pemenuhan permintaan produk secara efektif dan efisien.
Artisan
Pada kategori ini para pemilik usaha telah menguasai apa yang diinginkan konsumen. Artisan biasanya berfokus ke pemenuhan permintaan produk, namun belum sampai memikirkan skalabilitas. Penjualan di kelas artisan ini berkisar antara 1 – 5 miliar Rupiah per tahun. Hanya sekitar 0,5% bisnis di Indonesia berada di kelas Artisan.
Masalah seperti pengadaan produk dan arus kas menjadi penghambat dalam pertumbuhan usaha di kelas ini. Untuk mengatasi tantangan-tantangan seperti ini, diperlukan sebuah perubahan pola pikir.
Tantangan pada tahap ini adalah bagaimana menghasilkan produk dalam skala yang lebih besar dengan menciptakan sistem bisnis yang tepat dalam bentuk mempekerjakan profesional atau berinvestasi dalam alat produksi yang tepat, serta bagaimana mereka mendelegasikan produk atau bisnis kepada orang lain. Untuk mencapai tahap berikutnya, Artisan harus membangun skalabilitas usaha baik dari segi sumber daya dan proses.
Emerging
Begitu suatu usaha mencapai kategori Emerging, produk mereka sudah sesuai dengan kebutuhan pasar dan memiliki skalabilitas. Dengan penjualan tahunan antara 5 – 100 miliar Rupiah, diperkirakan sekitar 0,35% bisnis berada pada tahap ini.
Di sini, para pemilik bisnis sudah terbukti mampu mengembangkan bisnisnya dan mulai dikenal oleh rekan-rekannya. Namun, banyak pemilik bisnis pada tahap ini yang mengalami stagnasi. Mereka terjebak dalam paradigma palsu bahwa bisnis mereka sudah mencapai puncak potensinya, pertumbuhannya lambat, lebih lambat dari pada tahap sebelumnya ketika mereka mampu mengubah diri mereka keluar dari stagnasi dengan perspektif baru. Fenomena ini dinamakan juga sebagai local optima. Kemudian muncul pertanyaan kenapa mereka tidak bisa tumbuh?
Banyak bisnis kemudian mengambil kesimpulan yang salah bahwa persaingan di pasar terlalu ketat, dan tidak ada lagi ruang untuk pertumbuhan. Beberapa pemilik bisnis kemudian mencari tantangan baru dengan melebarkan sayap daripada mendalami produk mereka. Mereka mengembangkan bisnis untuk masuk ke kategori baru atau membuat bisnis baru, terkadang bahkan di luar industri awal mereka sendiri.
Pada tahap Emerging, cara utama untuk melewati jurang ke tahap berikutnya adalah dengan memiliki fokus yaitu dengan mendalami produk dan mulai membuka jaringan penjualan baru. Pada tahap ini yang lebih penting bagi bisnis adalah membangun kepercayaan di antara pelanggan dan pengecer.
Challenger
Sebagai Challenger atau penantang, pemilik bisnis kini telah mencapai level di mana mereka bersaing secara langsung dengan brand-brand yang mainstream. Produk mereka memiliki cakupan area yang luas di dalam negeri, tetapi mereka mungkin masih bukan pilihan pertama bagi pelanggan atau belum menjadi top of mind. Dengan penjualan antara 100 – 500 miliar rupiah per tahun, diperkirakan hanya sekitar 0,14% bisnis berada pada tahap ini.
Satu-satunya fokus dalam Challenger adalah memperbesar pangsa pasar sehingga mereka dapat menjadi yang selalu terdepan di benak pelanggan. Bisnis perlu berinvestasi lebih dalam Branding dan mengembangkan produk yang lebih baik dan lebih murah.
Bisnis perlu berinovasi agar selalu dapat terhubung dengan pelanggan potensial dan membangun hubungan dengan basis pelanggan mereka yang sudah ada. Setiap peningkatan produksi juga akan disertai dengan risiko yang semakin besar, sehingga bisnis perlu merencanakan operasinya secara bijak dan efektif untuk menghadapi persaingan.
Mainstream
Bisnis dalam kategori Mainstream adalah para top of mind dalam industri mereka, dengan penjualan di atas Rp500 miliar per tahun, diperkirakan hanya 0,01% perusahaan yang berada di tahap ini. Bagi banyak orang Indonesia, menjadi Mainstream adalah tujuan akhir dari berwirausaha. Bahkan di kategori tertinggi ini, perusahaan masih perlu selalu berinovasi untuk mempertahankan posisinya dan ditantang untuk terus bertumbuh.
***
Tiga kategori UKM pada tahapan pertama (newcomer, artisan dan emerging) adalah kategori UKM paling signifikan karena mereka menguasai hingga 99.85% bisnis di Indonesia. Namun, ketiga kategori UKM tersebut umumnya belum memiliki perencanaan strategis untuk berkembang. Banyak UKM newcomer tidak dapat berkembang karena tidak mengetahui target pasar yang tepat sehingga tidak memahami produk atau jasa yang dibutuhkan pasar, serta bagaimana memenuhi kebutuhan pasar untuk mendapatkan keuntungan. Berbeda dengan UKM artisan yang mengalami kesulitan dalam skalabilitas. Tantangan ini utamanya dihadapi setelah para pelaku UKM mengetahui produk yang tepat untuk target pasar. Untuk dapat memasarkan produk atau jasa pada konsumen, para pelaku UKM artisan perlu membuat sistem yang terukur agar dapat meningkatkan kapasitas bisnis.
Untuk kedua kategori tersebut, transformasi digital bukanlah solusi yang efektif. Kedua jenis UKM ini lebih membutuhkan pelatihan atau edukasi dasar untuk menciptakan nilai-nilai bisnis dan sistem. Baik pelatihan untuk memahami nilai proposisi pelanggan, produksi, sumber materi, pelatihan tim, dan sebagainya.
Masalah yang dihadapi oleh kategori UKM emerging juga berbeda. Para pelaku UKM pada tahap ini sebenarnya sudah memiliki pemahaman tentang apa yang ingin dicapai oleh bisnisnya. Bahkan, para pelaku menunjukkan adanya perkembangan bisnis dan mendapatkan validasi akan hal tersebut. Sayangnya, para pelaku UKM di tahap ini mengalami stagnasi karena menganggap sudah mencapai puncak bisnis di saat usahanya masih harus berkembang. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak lagi berupaya untuk memperluas segmentasi pasar. Di sisi lain, sebagian dari pelaku mencari tantangan baru dengan ekspansi bisnis yang tidak jarang berada di luar industri utamanya. Pada akhirnya, hal tersebut justru membuat para pelaku kehilangan fokus dan memunculkan risiko-risiko baru pada bisnisnya.
Pada tahap emerging, tantangan utama para pelaku adalah untuk mempertahankan fokus bisnis dengan memperkuat posisi produk dan strategi penjualan. Di tahap ini, para pelaku UKM perlu melakukan ekspansi penjualan dengan membangun berbagai jalur penjualan yang dapat membuka kesempatan untuk mencapai pasar di daerah-daerah lain di Indonesia.
Walaupun sebenarnya tidak ada satu panduan yang pasti untuk memastikan perkembangan UKM, skema tahapan dan karakteristik UKM di atas dapat membantu UKM memahami tantangan mereka di setiap tahap. Harapannya adalah agar semakin banyak UKM dapat bertumbuh dan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Tulisan ini disadur dan diterjemahkan atas izin penulis dari artikel “Indonesia’s SMEs Hold The Key to Growth. How Can They Scale Up?” yang dipublikasikan oleh World Economic Forum tahun 2021.