Pemberdayaan Sentra UKM dalam Mengelola Kebencanaan

Bagaimana pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam pengelolaan kebencanaan? Di sisi lain UKM merupakan pihak/ aktor yang kurang mendapatkan perhatian dalam pra, selama, dan pemulihan bencana?

Kerusakan akibat gempa di Kampung Cibeureum Kaler, Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022) (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)


Kebencanaan

The devil is in the details” merupakan sebuah idiom yang menggambarkan celah yang kurang mendapat perhatian dalam penanganan bencana di Indonesia. Penanganan kebencanaan, terutama terkait darurat kebencanaan, dilakukan berdasarkan Rencana Induk Penanggulangan Bencana. Namun Rencana Induk ini belum diturunkan ke dalam bentuk yang lebih operasional.  Di sisi lain, seperti yang sudah diketahui bahwa Indonesia berada di wilayah ring of fire, yaitu daerah yang sering mengalami bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi.  Dengan demikian topik kebencanaan ini merupakan topik yang tidak dapat dikatakan topik kedaluwarsa, dimana dibutuhkan perbaikan berkelanjutan.

Peta Sebaran Jalur Gunung Api Asia-Pasifik (Ring of Fire) Sumber: RBI (2022)

 

Ring of Fire atau Cincin Api yang membuat Indonesia rawan mengalami gempa bumi. Pulau Kalimantan dilewati garis cincin api namun tetap berptensi gempa(Wikimedia Commons/Astroskiandhike) Sumber: Kompas.com (23/11/2022)

 

Jumlah Kejadian bencana 2016-2021 (Geologi: Gempa bumi , Tsunami, dll.; Hidrometeorologi: banjir, gelombang ekstrim, dll.) Sumber: diolah dari BNPB (2021)

Jonatan A. Lassa, Dosen Senior Humanitarian Emergency and Disaster Management dan Course Coordinator (Acting) for Master of Public Policy, IFEA College, Charles Darwin University, mengatakan bahwa pelajaran dari Gempa Cianjur yang dapat diambil, salah satunya adalah terdapat hal yang hilang yaitu “rencana induk mitigasi seismik yang hampir tidak ada di Indonesia yang rawan bencana.” Lebih lanjut digaris bawahi juga bahwa Indonesia memiliki peta bahaya seismik namun tidak memiliki peta implementasi.

Hal senada juga pernah disampaikan dalam artikel di laman ditjenpp.kemenkumham.go.id terkait “Refleksi Pengelolaan Bencana Di Indonesia Antara Harapan Dan Realita (Suatu Analisis Yuridis)”. Dalam artikel ini dijelaskan terdapat tiga permasalahan pengelolaan bencana di Indonesia, yaitu tidak adanya standar prosedur operasional (SOP) yang jelas, koordinasi yang kurang terjalin antar aktor yang menangani bencana, dan mitigasi bencana belum dilaksanakan secara maksimal.

 

Keterlibatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Perencanaan pengelolaan bencana yang komprehensif sampai pada tataran operasional membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak, salah satunya adalah peran serta dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Kondisi saat ini, UKM merupakan salah satu pihak yang kurang mendapatkan perhatian baik terkait persiapan ketahanan bencana, merespon bencana, maupun pemulihan dari bencana yang terjadi. Di sisi lain UKM (termasuk di dalamnya usaha mikro) memberikan kontribusi sebesar 61,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan dapat menyerap 97% tenaga kerja, berdasarkan siaran pers dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (6/3/2023). Dengan itu, jika perhatian dan pengelolaan yang baik dilakukan terkait UKM, maka ketahanan akan bencana akan meningkat terutama jika dikaitkan dengan ketahanan daerah.

Di Indonesia banyak sekali tumbuh sentra-sentra UKM seperti sentra holtikultura, kerajinan, ikan teri, ikan asap, dll. Sentra-sentra UKM ini dapat berperan sebagai salah satu aktor krusial terkait persiapan, pemberian respons, dan pemulihan dari bencana. Peran yang dapat diambil diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Tahap persiapan sebelum bencana: dalam tahap ini, tiap-tiap sentra UKM dapat berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan bencana. Berdasarkan Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Klaster Logistik Penanggulangan Bencana, maka di tiap daerah terdapat kluster logistik yang berisi pihak/ aktor dari pentahelix, yang terlibat dalam jejaring logistik kebencanaan. UKM sebagai salah satu aktor dari kelompok bisnis/ dunia usaha dapat berpartisipasi dalam pengelolaan penanggulangan kebencanaan tersebut. Selain terlibat aktif dalam perencanaan pengelolaan kebencanaan, tiap-tiap UKM dapat berinovasi dengan produk-produk yang dirancang. Sebagai contoh, LuminAID merupakan UKM yang bergerak dalam penjualan lentera solar. UKM ini juga sukses dengan kampanye “GIVE LIGHT, GET LIGHT” dimana setiap pembelian satu lentera akan didonasikan satu lentera kepada para korban bencana.
  2. Tahap pemberian respons ketika terjadi bencana: pada tahap ini, sentra-sentra UKM yang dekat ataupun berada di lokasi/ daerah bencana (pada khususnya), dapat langsung mengirimkan bantuan ke daerah bencana. Khusus sentra UKM yang berada di daerah bencana, produk/ barang yang masih layak dapat dimanfaat sehingga dapat mencegah dari kerusakan akibat bencana.
  3. Tahap pemulihan dari bencana: UKM dapat mendukung ketahanan masyarakat, salah satunya dengan mengadakan sesi pelatihan kepada pelaku bisnis lainnya atau masyarakat. Lebih lanjut, UKM juga dapat menyerap tenaga kerja dari daerah terdampak bencana dalam upaya pemulihan bencana yang bersifat berkesinambungan.

Namun demikian, perlu adanya hal-hal yang harus disiapkan sehingga pelibatan UKM dalam pengelolaan kebencanaan ini dapat berjalan:

Internal UKM:

  1. Menyiapkan business plan dan action plan yang memasukan strategi dan prosedur ketika terjadi bencana dan pemulihan dari bencana. Hal ini meliputi pemilihan dan kerjasama dengan pemasok dan konsumen selama dan setelah bencana, perancangan produk alternatif yang akan di pasarkan selama dan setelah bencana, dll.
  2. Standarisasi produk-produk UKM. Standarisasi ini ditujukan untuk menjamin kualitas dari produk-produk yang dihasilkan
  3. Pemanfaatan teknologi dan data.
  4. kesediaan untuk berbagi informasi dengan pihak lain terkait

Eksternal UKM:

  1. Pemerintah Daerah: Menetapkan keterlibatan UKM/ sentra UKM dalam kluster logistik terkait pengelolaan kebencanaan.
  2. BNPB: melibatkan sentra-sentra UKM dalam koordinasi (minimal dilaksanakan 3 bulan sekali) dalam perencanaan pra, selama, dan pasca bencana.
  3. BPBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota: menyiapkan sistem informasi yang berisi daftar UKM/ sentra UKM yang terlibat dalam pengelolaan bencana juga di dalamnya terdapat informasi kapasitas dan jenis barang yang dapat mendukung dalam penanggulangan bencana.
  4. Bank Indonesia/ Lembaga keuangan lainnya: memberikan bantuan atau stimulan bagi UKM yang terlibat dalam pengelolaan kebencanaan.
  5. Pemerintah dan regulator lainnya: menyiapkan skema kontrak yang jelas dan adil terkait kerjasama antara UKM dengan pemerintah (BNPB/ BPBD Provinsi/ BPBD Kabupaten atau Kota) dalam penyediaan barang bantuan bencana dan pendistribusiannya.
  6. Akademisi dan pihak lainnya: membuat alternatif model koordinasi yang tepat antara seluruh pentahelix yang terlibat dalam pengelolaan kebencanaan.
  7. Sentra UKM: adanya integrator dari setiap sentra yang bisa menyatukan kekuatan (sumber daya, bargain power) yang dimiliki oleh UKM.

 

Kolaborasi dan Sinergi antara UKM dan Aktor lainnya terkait Pengelolaan Kebencanaan

Kolaborasi dan sinergi merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan kebencanaan. Pemberdayaan UKM dalam perencanaan pengelolaan kebencanaan merupakan salah satu upaya sehingga dapat menerapkan rencana induk kebencanaan. “It’s the little details that are vital. Little things make big things happen (John Wooden).”

Bagikan:

Postingan Terkait